facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Karya +
    • Cagar Budaya
    • Hunian
    • Usaha
    • Ibadah
    • Sosial Budaya
    • Manajemen Konstruksi
    • nonArsitektur
  • Ungkapan
  • Catatan
  • Tentang Kami

UngKAPAN arsitekku

JANGAN NGAKU ANAK KEBAYORAN, KALAU ENGGAK TAHU SEJARAHNYA 

Dahulu Jakarta hanya sampai Dukuh Atas (Kali Malang). 
#KebayoranBaru, Jakarta Selatan ... masih jauuuuh dari sana .... 
Mulai dari Ratu Plaza ... ke Jln. Senopati, Suryo, Wijaya, Dharmawangsa, Brawijaya, Panglima Polim, Barito, Gandaria, Velbak, Pakubuwo, Hanglekir ... kembali ke Ratu Plaza .... 
Di dalam lingkaran tersebut ... adalah Kebayoran Baru ... di luarnya masih kampung. 

......


Sejarah KEBAYORAN BARU Jakarta Selatan


Kebayoran Baru merupakan wilayah pemukiman baru yang dirancang setelah kemerdekaan Indonesia, seperti juga daerah Pejompongan. Kebutuhan pemukiman cukup mendesak karena Jakarta memerlukan banyak fasilitas publik sebagai pusat pemerintahan Indonesia.

Wilayah ini dirancang oleh H Moh. Soesilo pada tahun 1948. Soesilo adalah murid Thomas Karsten, arsitek Hindia Belanda yang ikut merancang Bandung, Malang, dan Bogor pada masa penjajahan. Konsep yang digunakan adalah kota taman, konsep yang banyak dipakai oleh para pengembangan properti modern. Dalam konsep ini, ruang terbuka hijau sebagai ruang milik publik mendapat perhatian khusus. Lokasi yang dipilih adalah daerah dekat Stasiun Kebayoran di sisi timur Kali Grogol.

peta rencana kota

Peletakan batu pertama dilakukan pada 8 Maret 1949, dan selesai pada tahun 1955.[1] Pembangunan Kebayoran Baru dilaksanakan perusahaan Belanda bernama Centrale Stichting Wederopbouw, sering disingkat CSW, yang berdiri pada Agustus 1948. Dahulu kantor CSW terletak beberapa ratus meter sebelum Terminal Blok M, berhadapan dengan kantor Kejaksaan Agung.[2] Sebagai sarana pendukung, dibangunlah Jalan Jendral Sudirman untuk menghubungkan Kebayoran Baru dengan pusat kota melalui Dukuh Atas.


Selain memiliki lahan peruntukan ruang terbuka hijau yang memiliki fungsinya masing-masing di kawasan kota baru Kebayoran seluas kurang lebih 730 Ha ini, dibangun unit-unit perumahan dan pertokoan yang ditempatkan berdasarkan blok-blok. Masing-masing blok dinamai berdasarkan abjad, dari Blok A hingga Blok S. Berdasarkan perbandingan antara Peta Masterplan Rentjana Kota Baru Kebajoran yang terbit pada awal tahun 1950-an dengan peta sekarang, batas dari masing-masing blok tersebut diperkirakan adalah, sebagai berikut:

  • Blok A di bagian barat berbatasan dengan Jln. Panglima Polim Raya; di utara berbatasan dengan Jln. Kramat Pela; sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Jln. Petogogan.
  • Blok B di bagian barat berbatasan dengan Jln. Barito; di utara dengan Jln. Gandaria Tengah 3; di sebelah timur dengan Jln. Gandaria 1; serta sebelah selatan berbatas dengan Jalan Kramat Pela.
  • Blok C di bagian barat berbatas dengan Jln. Panglima Polim Raya; bagian utara dengan Jln. Kyai Maja; bagian timur berbatas dengan Jln. Barito; serta sebelah selatan berbatasan dengan Jln. Barito.
  • Blok D pada sisi barat berbatasan dengan Jln. Barito; utara dengan Jln. Kyai Maja; timur berbatasan dengan Jln. Gandaria 1; selatan berbatasan dengan Jln. Gandaria Tengah 3.
  • Blok E batas bagian barat adalah Jln. Bumi; utara dengan Jln. Taman Pakubuwono VI; timur dan selatan berbatasan dengan Jalan Kyai Maja.
  • Blok F bagian barat berbatasan dengan Jln. Sisingamangaraja; bagian utara dengan Jln. Taman Pakubuwono VI; timur berbatasan dengan Jln. Bumi; bagian selatan berbatasan dengan Jalan Kyai Maja.
  • Blok G pada bagian barat dibatasi dengan Jln. Hang Lekir; bagian utara dibatasi Kali Grogol atau Jln. Martimbang; sebelah timur dibatasi Jln. Terusan Hang Lekir II; serta bagian selatan dibatasi Jalan Taman Pakubuwono VI.
  • Blok H di bagian barat dibatasi oleh Jln. Sisingamangaraja; bagian utara dibatasi Jln. Asia Afrika; bagian timur oleh Jalan Hang Lekir; dan bagian selatan Jalan Taman Pakubuwono VI.
  • Blok I pada bagian barat berbatasan dengan Jln. Gunawarman; pada bagian utaranya dibatasi oleh Jln. Senopati; bagian timur Jln. Sisingamangaraja; dan bagian selatannya dibatasi Jln. Mataram 1.
  • Blok J di bagian barat berbatasan dengan Jln. Suryo; bagian utara berbatasan dengan Jln. Taman Mpu Sendok; di sebelah timur dibatasi oleh Jln. Gunawarman; dan sisi selatannya Jln. Wolter Monginsidi.
  • Blok K pada sisi barat dibatasi oleh Jln. Gunawarman; bagian utara oleh Jln. Mataram 1; bagian timur Jln. Sisingamangaraja; serta bagian selatan Jln. Trunojoyo.
  • Blok L di bagian barat dan selatan berbatasan dengan Jln. Wijaya 1; bagian utara Jln. Wolter Monginsidi; dan sebelah timur berbatasan dengan Jln. Iskandarsyah.
  • Blok M dibatasi oleh Jln. Iskandarsyah di bagian barat; Jln. Trunojoyo di bagian utara; Jln. Panglima Polim Raya di bagian timur; dan Jln.  Melawai Raya di bagian selatan.
  • Blok N dibatasi oleh Jln. Wijaya 9 di bagian barat; di utara berbatasan dengan Jln. Melawai Raya; di bagian timur dibatasi Jln. Panglima Polim Raya; dan pada bagian selatan dibatasi Jalan Wijaya 2.
  • Blok O berbatasan dengan Kali Krukut atau Jln. Wijaya Timur Raya di bagian barat; di sebelah utara berbatasan dengan Jln. Wijaya 1; bagian timur dan selatan dibatasi oleh Jln. Prapanca.
  • Blok P pada bagian barat dibatasi Jln. Prapanca Raya; Jln. Wijaya 2 di bagian utara; di bagian timur dibatasi Jln. Panglima PolimRaya; serta bagian selatan dibatasi Jln. Darmawangsa 15.
  • Blok Q berbatasan dengan Jln. Suryo di bagian barat; Jln. Kertanegara di bagian utara; Jln. Ciragil Barat dan Ciragil Timur di bagian timur; dan Jln. Wolter Monginsidi pada bagian selatan.
  • Blok R dibatasi oleh Jln. Suryo pada bagian utara; Jln. Senopati di bagian utara; Jln. Erlangga di bagian timur; serta Jln. Kertanegara di selatan.
  • Blok S dibatasi oleh Kali Krukut di bagian barat; Jln. Bakti dan Jln. Cemara di bagian utara; Jln. Suryo di bagian timur; dan Jln. Wolter Monginsidi di bagian selatan.


Ada beberapa jenis atau tipe rumah yang dibangun di kawasan kota baru Kebayoran, yakni tipe bangunan Vila dan Vila Bertingkat, Rumah Sedang, Rumah Rakyat Permanen dan Semi Permanen. Selain bangunan permukiman, dibangun pula Toko Besar dan Sedang, serta persediaan untuk Gedung-gedung Khusus. Tipe-tipe perumahan tersebut dibangun berdasarkan atas luas atau lebar jalan tempat bangunan didirikan. Semakin luas atau lebar jalan, semakin besar bangunan yang terletak di tepi jalan itu.

Bangunan rumah tipe Vila dan Vila Bertingkat tersebar di Blok C, Blok D, Blok E, Blok G, Blok H, Blok I, Blok K, Blok L, Blok N, serta Blok O.

Bangunan tipe Rumah Sedang dibangun di Blok B, Blok C, Blok D, Blok E, Blok N, Blok O, Blok P, Blok R, serta Blok S. Perumahan Rakyat Permanen dan Semi Permanen dibangun di Blok A, Blok K, Blok Q, dan Blok S.

Bangunan-bangunan Toko Besar dan Sedang dibangun di Blok C, Blok H, Blok M, dan Blok Q. Adapun persediaan untuk Gedung-gedung Khusus dibangun di seluruh Blok yang ada.

Seperti yang dipaparkan di atas, selain membangun rumah dibangun pula ruang terbuka hijau yang diperuntukkan sebagai taman, lapangan olahraga maupun daerah tangkapan air berupa danau/situ. Pembangunan taman hampir terdapat di seluruh Blok. Taman Makam dibangun di Blok B, Blok D, serta Blok P (kini telah tergusur). Adapun danau atau situ terdapat di Blok C. Akibat perubahan pemukiman, hingga kini tinggal beberapa taman yang masih eksis di kota baru Kebayoran.

Sementara itu, Kebayoran Lama dahulu adalah wilayah terbarat dari Kotamadya Jakarta Selatan. Namun semenjak dimekarkan menjadi dua kecamatan baru, Kebayoran Lama dan Pesanggrahan, maka sebagian wilayah kelurahan Kebayoran Lama masuk ke dalam wilayah Pesanggrahan yang merupakan wilayah terbarat dari Kota Jakarta Selatan.

Konon, nama Kebayoran berasal dari kata Bahasa Betawi "kabayuran", yang artinya tempat penimbunan kayu bayur (pterospermum javanicum). Kayu bayur tersebut dianggap sangat baik karena kuat dan tahan terhadap serangan rayap.

Sampai sebelum kemerdekaan Indonesia, Kebayoran adalah sebuah distrik yang dikepalai oleh seorang wedana. Ia adalah bagian dari Kabupaten Meester Cornelis, yang wilayahnya sampai meliputi Ciputat. Kira-kira tahun 1938, Pemerintah Hindia Belanda merencanakan sebuah lapangan terbang internasional, yang batal terwujud karena Perang Dunia Kedua. Pemerintah Indonesia akhirnya mengembangkan areal itu menjadi wilayah Kebayoran Baru tahun 1969, sedangkan daerah lainnya menjadi wilayah Kebayoran Lama. Tahun 1990, sebagian wilayah Kebayoran Lama kembali dipisahkan untuk menjadi wilayah Pesanggrahan.

Wilayah Kebayoran Lama membentang dari Pertigaan Rawa Belong, Kemandoran, Palmerah hingga di selatan yakni Pasar Jumat, Ciputat, dan Lebak Bulus.

Semoga bermanfaat


| Jakarta, 25 November 2023 | samidirijono |

(Tulisan ini dikirimkan oleh ⁨Dadang Satyawan, IAI di grup WA tanggal 23 Agustus 2023 pukul 10:16, kami hanya menyelaraskan beberapa kata sesuai EYD. Gambar peta disusulkan oleh Ruben Tangido pukul 13:00 di hari yang sama.) 
November 25, 2023 No Post a Comment

Dalam perbincangan pagi 18 Februari 2010 di sebuah stasiun radio swasta, Nuim Khaiyath mengatakan, bahwa dalam buku Inside the Third World disebutkan salah satu ancaman bagi Indonesia adalah masalah banjir. Menurutnya hal ini terjadi karena tanah telah tertutup oleh bangunan semua sehingga curah hujan yang begitu besar tidak dapat terserap oleh tanah.

Pembicaraan mengenai banjir ini mengingatkan kembali perbincangan ringan kami beberapa waktu yang lalu. Salah satu yang menyebabkan air hujan langsung menyentuh tanah adalah karena dinas pertamanan kita punya kebiasaan yang salah, yakni memangkas pohon pada saat musim hujan. Memang alasan pemangkasan pohon biasanya adalah karena cabang pohon dikhawatirkan patah atau cabang pohon menjadi terlalu rendah sehingga mengenai kendaraan yang lewat di bawahnya.

Tidak tahu bagaimana di kota-kota lain, tapi di Jakarta ini bila kita perhatikan telah ada perubahan cara memangkas pohon yang dilakukan dinas pertamanan, ini terjadi sejak era Sarwo Handayani memimpin di dinas pertamanan dulu, pohon-pohon dipangkas atau lebih tepat mungkin bila istilahnya ditebang--karena biasanya setelah pemangkasan hanya tersisa batang pohon besar--sudah jauh lebih tinggi dari era sebelumnya. Yang tadinya "penebangan" pohon dilaksanakan pada ketinggian 2 hingga 3 meter, pada era Handayani telah dilaksanakan pada ketinggian 3 hingga 5 meter, meski cara pemotongan masih relatif sama, yakni babat habis hingga tinggal batang besar.

Dengan cara pemangkasan seperti itu, kelak beberapa tunas yang akan tumbuh menjadi cabang baru berkecendrungan terjadi di seputar bekas batang terpotong dan ini pula salah satu yang mengakibatkan cabang pohon mudah patah di kemudian hari, selain karena pohon angsana yang biasanya ditanam di bahu jalan di Indonesia ini dari Jakarta sampai Merauke atau Sabang memang bukan dari jenis kayu tanaman keras yang tidak mudah patah. Namun akibat cara penerapan kebijakan yang salah (keseragaman) di zaman yang lalu, tanaman ini akhirnya menjadi semacam tanaman wajib yang dapat kita jumpai di seantero negeri ini.

Penanaman angsana yang dipakai untuk menggantikan akasia sebelumnya, semula hanya dimaksudkan sebagai tanaman sementara yang berfungsi untuk peneduh dan penyerap polusi, karena kedua tanaman ini memang tergolong cepat pertumbuhannya. Rencana selanjutnya adalah di sela-sela jajaran pohon ini akan ditanami jenis pohon tanaman keras yang tidak mudah patah, guna menggantikan pohon-pohon angsana ini kelak, namun rencana ini tidak pernah terwujud.

Pohon besar dan rindang salah satu fungsinya adalah dapat menahan air hujan yang tercurah dari langit agar tidak langsung jatuh ke permukaan bumi (tanah) namun fungsi ini seperti sudah tidak begitu disadari oleh kita sekalian, karena sekarang ini sudah jarang terdapat pohon besar nan rindang yang dapat menjadi tempat berteduh di kala hujan. Padahal pohon besar nan rindang bisa menahan air dalam jangka waktu setengah hingga satu jam lebih sebelum air itu menetes atau pun mengalir melalui batang dan ini artinya memberi kesempatan air yang ada dipermukaan tanah meresap atau mengalir terlebih dahulu, sehingga ini menjadi salah satu unsur pencegah banjir.

Pohon rindang dari jumlah daunnya yang banyak menyebabkan ia mempunyai luas permukaan yang lebar sehingga dapat berfungsi menampung air dalam jumlah besar. Itulah pulalah sebab kenapa di kala hujan cabang pohon itu jadi lebih rendah dari biasanya atau bahkan bisa patah akibat menahan berat beban air yang cukup besar tadi. Jadi sebaiknya pepohonan tidak dipangkas di kala musim hujan, kalau pun terpaksa dipangkas sebaiknya hanya untuk cabang tertentu yang memang telah menjadi terlalu rendah.

Tulisan ini dapat melengkapi tulisan Banjir Karena Ulahku sebelum ini.

| 18 Februari 2010 | samidirijono | arsitek |

sumber: http://balaijumpa.blogspot.com/2010/02/pohon-rindang-unsur-pencegah-banjir.html

 

Februari 24, 2010 No Post a Comment


Hari itu Selasa pagi 12 Januari 2010 dengan berkendara menuju ke tempat kerja sampai di perempatan Senen ke arah Tugu Tani yang karena tidak bisa lurus maka harus berputar mengambil rute melalui jalan Kwini 1, namun baru sampai di gedung Kebangkitan Nasional (STOVIA) kendaraan sudah harus berhenti karena antrian kendaraan yang cukup panjang akibat lampu merah lalu lintas yang terlalu lama. Rasanya tidak mengada-ada bila dikatakan demikian, mengingat seorang peminta-minta yang bergerak dari tempat lampu lalu lintas dipasang telah mencapai tempat di mana kendaraan yang saya tumpangi berhenti.

Sementara masih menunggu antrian, di atas trotoar terlihat seorang bapak beserta gerobaknya dengan sabar pun berhenti menanti jajaran kendaraan yang masih juga belum bergerak. Rupanya gerobak itu tidak dapat terus menyusuri trotoar yang ada karena tak jauh di depannya terdapat patok, batu, dan bak tanaman yang mempersempit trotoar sehingga tidak memungkinkan untuk dilewati oleh gerobak itu. Jadi untuk melanjutkan perjalanan terpaksa gerobak harus turun melewati jalan beraspal yang diperuntukkan bagi kendaraan, namun untuk itu dia juga harus bersabar menunggu kendaraan yang masih berhenti menanti lampu lalu lintas di ujung sana yang belum juga menyala hijau.

Lebar trotoar yang ada hanya selebar kira-kira 1,5 meter atau lima kaki (five foot) dan untungnya trotoar yang sempit ini tidak digunakan oleh pedagang untuk membuka lapak berjualan di sana sebagaimana bisa kita ditemui pada trotoar-trotoar yang biasanya berada pada titik-titik keramaian seperti di daerah perkantoran, pusat perbelanjaan, atau halte. Namun meski tidak ditempati pedagang, tetap saja trotoar ini tidak dapat dipergunakan untuk gerobak lewat di sana dengan nyaman, karena di titik-titik tertentu ada saja hal-hal yang dapat mengganggu kenyamanan pengguna trotoar di sana.

Dalam merencana jalan selain kenyamanan pengguna jalan ada hal-hal terkait yang harus dipikirkan, street scape dan street furniture, seperti sistem drainase, sistem utilitas, elektrikal, dan yang tidak kalah penting adalah kenyamanan pengguna trotoar, aksesori seperti tempat sampah, kursi taman, dan pepohonan tentunya akan menambah kenyamanan, mengingat kita berada di daerah beriklim tropis. Sudah tiba masanya untuk pemerintah kota-kota kita mulai bisa memikirkan hal-hal seperti ini dari saat mulai membuat rencana pembangunan kota, mengingat kota adalah untuk tempat kita tinggal bersama.

Setelah menanti cukup lama, akhirnya kendaraaan mulai bergerak perlahan namun si bapak dengan gerobaknya tampaknya masih harus sabar menunggu beberapa saat lagi untuk dapat melanjutkan perjalanan.

| 15 Januari 2010 | samidirijono | arsitek |
Sumber: http://balaijumpa.blogspot.com/2010/01/gerobak-dan-trotoar.html

Februari 01, 2010 No Post a Comment

Jakarta, 4 Februari 2007

Salah satu kelemahan saya itu adalah menulis, karena kalau setiap mau 'nulis tiba-tiba hilang semua tuh pemikiran2 di kepala ini entah ke mana. Apalagi disuruh buat PR beginian oleh Ketua IAI DKI Jakarta, bingung nih mau nulis apa, karena seperti masalah banjir itu saat ini sudah terlalu kompleks dan klise.

Mulai dari kurangnya pengetahuan dan kesadaran kita akan hubungan sebab-akibat, seperti akibat asap kendaraan bermotor, pabrik-pabrik, atau penggunaan gas-gas yang berdampak pada pemanasan global sehingga mencairnya es yang ada di muka bumi ini, penggundulan hutan, penggunaan air tanah, yang kalau diungkapkan semua bisa jadi panjang sekali. Belum lagi kebijakan--baik tata ruang, lingkungan, atau lainnya yang semua berkaitan dengan "arsitektur", penerapannya, pengawasannya, penanggulangan, hingga soal korupsi, hukum, moral, dan mental.

Dalam setiap persoalan (seperti banjir ini) kita harus mencari "SEBAB"-nya bukan cuma selalu berusaha menyelesaikan persoalan dalam kondisi situasional yang terjadi. Selain dari yang disebutkan di atas, penataan ruang dan drainase juga menjadi pemicu terjadinya banjir ini, penutupan daerah-daerah resapan, penggundulan hutan, sedimentasi, pembuangan sampah dan kotoran.

Rasanya para pakar telah banyak menyebutkan apa dan bagaimananya mengenai banjir ini. Pada 2 Februari 2007 yang lalu di televisi, Patrialis Akbar, anggota DPR yang rumahnya ikut terendam banjir kali ini, bahkan mengatakan bahwa akibat banjir yang terjadi dengan ketinggian lebih dari satu meter, yang pertama adalah mengancam jiwa, kedua adalah harta benda. Di sini saya hanya mencoba untuk membuka wawasan kita kembali dengan mengungkapkan sedikit pengetahuan teknis yang saya miliki.

Hal-hal teknis yang perlu dilakukan ke depan adalah:
1. Terhadap Sedimentasi

  • Sungai atau kali dan selokan secara berkala dikeruk, dibersihkan, juga dari sampah-sampah dan kotoran.
  • Penyadaran akan kepedulian pada kita untuk tidak membuang sampah dan kotoran sembarangan.


2. Terhadap Aliran Air

  • Water treatment 'pengolahan air' dilakukan di setiap bangunan sebelum dibuang ke selokan lingkungan.
  • Water treatment 'pengolahan air' dilakukan di setiap kompleks (perumahan, perkantoran, dll) ataupun kelurahan sebelum dialirkan ke sungai ataupun selokan (riol) kota.
  • Pembuatan kolam-kolam konservasi di 13 sungai yang masuk Jakarta (penerapan sistem hidrologi).
  • Melanjutkan pelaksanaan pembuatan banjir kanal timur.

 
3. Terhadap Resapan

  • Pembuatan sumur resapan di setiap bangunan.
  • Memperluas atau membuat daerah hijau, serta untuk daerah terbangun melalui penerapan GSB (Garis Sempadan Bangunan) dan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang dikaitkan dengan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) dan ketinggian bangunan yang dinamis dan tidak kaku, serta mengarahkan pembangunan vertikal ataupun "rumah panggung" agar didapatkan ruang resapan yang lebih luas. (Penjelasan mengenai ini mungkin bisa panjang, tapi maksudnya adalah luasan atau denah lantai dasar diperkecil dari lantai di atasnya yang bisa lebih luas dari lantai dasar atau menjorok keluar gitu loh)
  • Mengaktifkan situ-situ, rawa-rawa, serta daerah tangkapan air lainnya.
  • Pembuatan resapan pada jarak tertentu--misalnya setiap jarak 20-50 meter--pada selokan (riol) kota, karenanya pengolahan air yang disebutkan di atas itu perlu agar tanah tidak tercemar.
  • Penebangan hutan agar dibarengi dan diimbangi dengan reboisasi, bahkan dalam tahap sekarang reboisasi harus lebih banyak dibandingkan penebangannya.


Di samping itu perlu pula diterapkan sistem peringatan dini terhadap bahaya dan latihan kesigapan kita terhadap bencana, baik banjir, gempa, kebakaran, dll. Perencanaan yang matang dan penuh pertimbangan pun sangat diperlukan, contohnya seperti dalam perencanaan jalan, di mana pembuatan pembatas jalan yang terlalu tinggi tentunya dapat berakibat fatal bila banjir hadir di hadapan kita. Dan jangan lupa bahwa hukum pun harus ditegakkan, tanpa memandang pangkat dan derajat.

Dari sisi birokrasi kita harus mengubah mental, dari "kalau tidak ada duitnya tidak bergerak" menjadi bergerak, mengubah orientasi pembangunan dari yang bertumpu pada pertumbuhan menjadi pemerataan. Bahwa setiap pekerjaan, termasuk perancangan dan pembangunan haruslah diserahkan kepada ahlinya, bukan seperti sekarang di mana untuk rumah tinggal di bawah 200 m2 konon kabarnya tidak perlu pakai jasa ARSITEK. Bukankah ini sepertinya meniru apa yang dicontohkan penjajah Belanda saat mereka di sini selama 350 tahun lebih, bahwa yang perlu dirancang oleh arsitek itu hanya rumah-rumah atau bangunan-bangunan dan lingkungan milik orang Belanda ataupun tuan-tuan tanah yang kaya raya?

Demikian yang dapat disampaikan, pengetahuan ini seharusnya bukan hal baru, tapi mungkin bisa sebagai tambahan pengetahuan bagi yang belum mengetahuinya dan yang terpenting adalah implementasinya bagi kita dalam membangun negeri ini, inilah setitik ilmu yang bisa disumbangkan untuk Jakarta ataupun daerah-daerah lainnya di tanah air tercinta ini.

Salam arsitektur,

Samidirijono
(Anggota IAI DKI)

 

catatan: tulisan ini pernah dimuat di situs IAI pada tanggal 25 Februari 2007

Mei 17, 2009 No Post a Comment

        Padamu negeri   kami  berjanji 
        Padamu negeri   kami  berbakti 
        Padamu negeri   kami  mengabdi 
        Bagimu  negeri   jiwa raga  kami  

 
Mei 03, 2009 No Post a Comment

inFormasi

  • job vacancies
    Frontend Developer
    12 jam yang lalu
  • info LOKER ++
    Sales Interior, Admin Proyek Konstruksi, Marketing
    13 jam yang lalu
  • info KEGIATAN
    🖼 pendidikan calon pegawai asisten manager
    1 minggu yang lalu

HOT BULAN INI

  • Penggunaan Kayu untuk Bangunan, Salahkah?
  • Candi Borobudur
  • Sejarah KEBAYORAN BARU

Populer

  • Pandangan dan Harapan Pengguna Jasa Arsitek Terhadap Arsitek Indonesia
  • Pejaten Raya dan Pejalan Kaki
  • Nyaman di Kamar Mandi

terAnyar

perTinggal

  • ▼  2025 (2)
    • ▼  April (1)
      • Penggunaan Kayu untuk Bangunan, Salahkah?
    • ►  Februari (1)
  • ►  2023 (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Juni (1)
  • ►  2010 (7)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
  • ►  2009 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Mei (9)

ruang Baca

  • pos Ngakak
    From Hero to Terrorist
    6 hari yang lalu
  • mariWARAS
    Berbagai Penyedap Rasa yang Berisi MSG
    1 minggu yang lalu
  • camKan
    Cerita Pesawat Tempur dan Lubang Peluru
    1 minggu yang lalu
  • catatan sami
    Siapa Tak Kenal Presiden Senegal Bassirou Diomaye Faye?
    1 bulan yang lalu
  • tawaSESAaT
    Tarif PLN Naik Per 1 Januari
    1 tahun yang lalu
Perlihatkan 1 Perlihatkan Semua

About me

foto
a r s i t e k   s a m i
di sini tempat kita berbagi dan diskusi seputar hal-hal yang berhubungan dengan arsitektur ... selengkapnya tentang kami
arsitektur bencana elemen infrastruktur interior lingkung bina material panduan pedestrian penghargaan peraturan ruang publik sejarah sirkulasi udara tata letak transportasi

Created with by ThemeXpose